Friday, September 24, 2010

Tegakkan “Bismillah”, Semua Akan Mudah


Dengan basmalah, Umar bin Khathab berkirim surat kepada sungai Nil hingga sungai itu kembali mengalir.

SURAT Al-Fatihah dimulai dengan bismillah tanpa alif, supaya ringan diucapkan. Di sini disebut nama Allah SWT. Induk dari asmaul husna (nama-nama Allah Yang Maha Indah). Nama-nama lainnya mengikuti nama itu. Makna lafazh Allah itu sendiri mengadung makna Yang dipuja dan diibadahi dengan benar, mengabdi dengan puncak cinta dan pengagungan.

Bagaimana bismillah itu bisa merasuk dan menjelma menjadi sebuah kekuatan maha dasyat bagi manusia?

Agar tidak terjadi disconnect dengan nilai-nilai yang diterapkan dalam surat Al-Fatihah, maka harus memenuhi persyaratan sumber daya manusia yang memiliki pondasi iman yang kuat, mempunyai pribadi dengan cita-cita suci berquran, dirinya sudah ditazkiyah sedemikian rupa, dan spirit berdakwah terus berkobar, maka Allah SWT akan memberi rekomendasi sebagai kekasih-Nya (waliyyuhu), khalifah-Nya (khalifatuhu). Dengan demikian, kita boleh menggunakan nama-Nya, Allah SWT.

Dengan menyertakan nama-Nya, maka pikiran dan tindakan kita tidak cacat, tidak terputus pahalanya, dan tidak hilang barakahnya. Ajdzam, aqtho’ dan abtar.

“Tiap-tiap pekerjaan yang penting, kalau tidak dimulai dengan Basmalah, dengan nama Allah SWT, maka ia akan terputus.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).

Kekuatan dan keutamaan basmalah sudah banyak teruji dan banyak ditunjukkan dalam berbagai kisah-kisah. Dengan basmalah, seseorang bisa meruqyah (menjampi) orang yang terkena gangguan jin.

“Dengan menyebut nama Allah, aku me-ruqyah-mu, dari segala sesuatu yang menyakitimu, dan dari keburukan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allahlah yang menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku menjampimu.” (HR. Muslim).

Dengan basmalah Nabi Sulaiman berhasil mendakwahi Ratu Bilqis.

“Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Naml (27) : 30).

Dengan basmalah pula, Rasulullah SAW mengirim surat kepada Raja Heraclius.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammd Rasulullah, kepada Heraclius Kaisar Romawi. Semoga keselamatan telimpahkan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Amma ba’dahu, masuk islamlah, niscaya engkau akan selamat, dan Allah akan memberikan pahala untukmu dua kali.” (HR. Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud).

Nabi Nuh berhasil naik perahu untuk menyelamatkan kaumnya juga dengan basmalah.

Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Hud (11) : 41)

Marilah kita jujur dan bertanya pada diri kita masing-masing. Mengapa anak-anak kita sulit kita kendalikan? Jangan-jangan, kita tak pernah berdoa dan membaca basmalah saat menggauli istri. Jadilah anak-anak kita jauh dari sinar dan cahaya ilahi.

“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Untuk menaklukkan Sungai Nil yang tak mau mengalirkan airnya, Umar bin Khathab berkirim surat kepada sungai Nil dengan menggunakan basmalah.

Bismillahirrahmanirrahim

Dari Umar Amirul Mukminin Kepada Sungai Nil

Apabila engkau mengalir karena kemauanmu sendiri, tak usahlah engkau mengalir. Namun, apabila engkau mengalir karena Allah, aku mohon kepada Allah untuk mengalirkanmu.

Wassalam.

Marilah kita mentradisikan basmalah dalam mengawali semua pekerjaan. Apa saja. Jadilah Presiden, menteri, jaksa, hakim, pengacara, polisi, dengan memulai basmalah. Dan menjadikan “nama Allah” ini menjadi bagian hidup dan kehidupannya. Jangan pernah melakukan pekerjaan apapun, dan amanah apapun sampai jauh dari “basmalah”.

Sebagai muslim kita dituntun memulakan semua pekerjaan dengan basmalah dan mengakhiri dengan membaca alhamdulillah. Karena apapun yang kita miliki, baik berupa harta, ilmu, kekuasaan, pengaruh, semua itu atas fadhal (keutamaan) dari Allah SWT.

“Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur (24) : 21).

Selanjutnya selalu menyebar kasih sayang (ar Rahmanirrahim). Kasih sayang akan dicabut, jika masing-masing individu mengejar jabatan, massa, pengaruh, income, dan kepentingan pribadi. Bukan untuk iqamatul haq. Dan menegakkan syariat Islam (maaliki yaumiddin). Karena penguasa langit dan bumi, dunia dan akhirat adalah Allah SWT. Dan mendahulukan kewajiban daripada hak. Menerapkan pola kepemimpinan imamah dan jamaah (iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in). Imam memiliki hak veto, tetapi setiap saat bisa dikontrol, apakah dalam menerapkan kepemimpinannya sesuai dengan syariat.

Dengan basmalah, selalu memuji-Nya, semangat melayani, menyebarkan kasih sayang, mendahulukan kewajiban daripada hak, berimamah dan jamaah, menegakkan syariat, agar kehidupan kita memperoleh jalan yang lurus (shirathal mustaqim). Nilai-nilai ketuhanan mendominasi di dalamnya. Bukan kecerdasan individu dan kepintaran kolektif, suara minoritas, suara mayoritas, kepentingan pemodal, dan kontaminasi selain-Nya.

Kesimpulannya, dalam surat Al-Fatihah diusahakan tegak kalimat tauhid uluhiyyah, rububiyyah, asma was sifat (bismillah, alhamdulilah, arrahmanirrahim), syariat dijunjung tinggi (maliki yaumiddin), selalu beribadah dan menegakkan imamah shughra dan imamah kubra, diminasinya sistem kehidupan islami (shirathal mustqim), meneladani figur orang-orang yang memperoleh nikmat Islam (menoleh sejarah masa lalu). Dan berlepas diri dari pengaruh Yahudi dan Nasrani. Baik dalam konsep ideologi, pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan, serta pertahanan kemanan.

Jika kalimah tauhid dan sifat-sifat Allah itu telah menjiwai dalam setiap kehidupan kita, pada akhirnya nanti akan melahirkan figur teladan yang telah dijanjikan Allah. Meraka adalah para Nabi, Syuhada, Shiddiqun, Syuhada, dan orang-orang shalih.

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa (4) : 69).
di ambil dari Hidayatulloh.com

Membangun Keluarga dan Cinta Tanpa Problem


Wanita yang berhasil menjaga iffahnya (harga dirinya), maka kedudukannya melebihi bidadari di surga.

KAUM Hawa jika mendapat sentuhan Islam, kualitas pribadinya melebihi dari kaum lelaki. Lihatlah sosok Maryam, Khadijah, Asiyah binti Muzahim, Sarah, Hajar, Yukhabil, istri Imran, dan lain-lain. Nama-nama mereka menghiasi prasasti emas sejarah Islam dan kemanusiaan.

Bagi mereka memainkan peran publik, menjadi Ibu Negara, tidak bermakna jika gagal dalam mewujudkan fungsi kodratinya. Mereka merasakan kenikmatan hidup menjadi ummahaatun Nabi (ibu-ibu Nabi). Peran di balik layar yang bisa memutar jarum sejarah kehidupan manusia. Wanita ibarat tiangnya negara. Jika tiang itu baik, maka negara itu akan baik. Jika negara itu bengkok, maka ada sesuatu yang rusak dari dalam (tiangnya).

Sebaliknya, kaum Hawa yang belum mengenal Islam, kualitas ruhaninya lebih rendah dari pada laki-laki. Bukankah yang tega mencincang dan menggigit isi dada syahid pertama Hamzah bin Abi Thalib adalah makhluk Allah yang inheren dengan kelembutan, kasih sayang, tabah dan karakter kewanitaan yang lain itu? Sekalipun di bawah pengasuhan seorang Nabi, bibi Nabi, istri Luth, istri Nuh, dan Ummu Jamil berada di baris terdepan dalam menghalangi dakwah Islam.

Pepatah Arab mengatakan : كُلُّ ذَاتِ صِداَرٍ خَالَةُ

(setiap wanita yang mengenakan bh (penutup buah dada) adalah bibi (saudari ibu).

Jika wanita berhasil menjaga iffahnya (harga dirinya), melaksanakan tugas-tugas sucinya sebagai ibu, istri, pendidik dan da’iyah, maka kedudukannya melebihi bidadari di surga.

Ummu Salamah, istri Nabi Saw. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits: “Manakah yang lebih mulia, wahai utusan Allah, perempuan di dunia inikah atau bidadari di surga? Rasulullah Saw. menjawab: Perempuan di dunia lebih mulia daripada bidadari di Surga laksana lebih mulianya pakaian luar dari pakaian dalam.” (Hadil Arwah, Ibnul Qoyim Al Jauziyah).

Wajar, perempuan dunia ini akan masuk surga dengan amal shalihnya, shalat, puasa, kesetiaannya kepada suami, pengorbanannya demi masa depan anak-anaknya. Sedangkan bidadari menempati surga dengan tidak berbekal apa-apa. Ibarat menaiki kapal tanpa membawa tiket. Tentu, ia dianggap oleh awak kapal sebagai penumpang gelap. Ia tinggal masuk surga tanpa mengetahui dan menyadari betapa tinggi nilai tempat yang didiaminya. Ia mendapatkannya tanpa jerih payah, perjuangan, dan pengorbanan. Adakah fakta lain yang bisa membuktikan penghargaan yang agung, istimewa kepada wanita melebihi Islam?

Dukun Cinta dari Rumah

Orangtua kita dahulu seringkali melukiskan keberadaan isteri bagi suami, menggunakan pepatah Jawa: Garwo identik dengan sigarane nyowo (belahan jiwa). Wanito (wani ditoto), perempuan (empunya rumah), dan lain-lain. Dalam Islam berkeluarga sama dengan menyempurnakan separuh agama (nishfud diin). Berbagai kenikmatan di surga rasanya belum cukup bagi Adam. Maka, Allah menciptakan ibu kita Hawa untuk mendampinginya. Ia terbuat dari tulang rusuk Nabi Adam as. Ibu Hawa adalah bagian dari jiwa Adam as.

Jika kita menelusuri secara lebih cermat (at tahqiq) karya-karya besar orang sukses, selalu ada peran penting kaum Hawa. Perempuan di samping sebagai sandaran emosional, ia juga sebagai batu bata/penyangga spiritual. Dialah yang siap berbagi (sharing) tanpa pura-pura atau pamrih. Karunia isteri dalam Al-Quran sama berharganya dengan kejadian dunia dan seisinya (QS. Ar Rum (30) : 16-30).

Dari isteri, para pria dapat memperoleh ketenangan dan gairah kehidupan. Kenyamanan dan keberanian, keamanan, dan kekuatan. Laki-laki menumpahkan seluruh energinya di luar rumah dan mengumpulkannya kembali dari dalam rumah. Rumah tidak sekedar tempat berteduh secara fisik, tetapi tempat berlabuh lahir dan batin. Sumber menu rohani dan jasmani.

Potensi besar yang dikaruniakan oleh Allah Swt kepada perempuan yang sukses mendampingi suaminya adalah sikap kelembutan (ar rifq), kesetiaan (al wafa), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), muthmainnah (ketenangan jiwa). Kekuatan itu seringkali dilukiskan bagaikan ring dermaga tempat kita menambat kapal atau pohon rindang tempat sang musafir kehausan untuk merebahkan diri dan berteduh.

Di dalamnya merupakan padang jiwa yag luas dan nyaman. Tempat menumpahkan sisi kepolosan dan kekanak-kanakan kita untuk bermain dengan lugu. Saat kita melepaskan kelemahan-kelemahan kita dengan aman. Saat kita merasa bukan siapa-siapa. Saat kita menjadi bocah besar, berkumis. Di telaga kedalamannya kita menyedot energi spiritual dan ketajaman emosional.

Umar bin Khattab pernah mengatakan: “Jadilah engkau bocah di depan isterimu, tetapi berubahlah menjadi lelaki perkasa ketika keadaan memanggilmu.”

“Saya selamanya ingin menjadi bocah besar yang polos ketika berbaring dalam pangkuan ibuku dan istriku, “ kata Sayyid Quthub.

Ketika isteri-isteri Nabi lain yang cemburu dengan Khadijah, beliau bersabda :

قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا
“Aku telah dikaruniai cinta kepadanya.” (HR. Muslim).

Khadijah hadir di hadapan Nabi, ketika beliau sangat memerlukannya. Statemen monumental yang diucapkannya ketika suami dan gurunya itu membutuhkan motivasi, dukungan moral (good will) adalah:

كَلاَّ وَاللهَِّ لاَ يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا اِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمِ وَتَصْدُقُ الحَْدِيْثِ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ المَْعْدُوْمَ وَتُقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِيْنُ عَلىَ نَوَائِبِ الحَْقِّ
“Sekali-kali tidak akan gagal. Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu. Sesungguhnya engkau senang silaturrahim, selalu berkata benar, menolong yang lemah dan kehilangan pekerjaan, menghormati tamu dan membantu yang terkena musibah.”

Ia menyatakan pula peran penting yang diperagakan oleh Khadijah pada awal perintisan dakwah Islam.

اَمَنَتْ بِي اِذْ كَفَرَ النَّاسَ وَصَدَّقَتْنِي اِذْ كَذِبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا اِذْ كَفَرَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي الله وَلَدَهَا اِذْ حَرَمَنِي أِوْلَاد النَّاسِ
“Dia (Khadijah) beriman kepadaku ketika orang lain mengingkariku. Dia membenarkanku ketika orang lain mendustakanku. Dia membantu dengan hartanya, ketika orang lain menahan hartanya untuk membantu perjuanganku. Dan Allah menganugerahi anak yang dilahirkannya, sedangkan istri yang lain tidak beranak untukku.” (HR. Ahmad).

Namun ketika sumber kebahagiaan (mashdarus surur), keamanan, penjagaan kehormatan diri itu hilang dan, kering, maka yang terjadi adalah “tragedi cinta”.

Harusnya, mencintai pasangan hidup diletakkan karena kepentingan agama, bukan yang lain.

Cinta yang manusiawi

SANG Imam, Muhammad Bin Daud Azh – Zhahiri, pendiri aliran pemikiran Zhahiriyah, sempat dijenguk kawan lamanya beberapa saat menjelang ajal. Sang Imam justru mencurahkan isi hatinya yang pilu, tersayat sembilu, kepada kawannya tentang kisah asmaranya yang tak sampai. Beliau pernah mencintai sang idaman hati, tetangganya, tapi entah bagaimana, cinta suci dan luhur itu hanya sekedar impian yang menerawang di kaki langit, tak pernah terwujud. Curahan hatinya tumpah ruah dalam bait-bait puisi sebelum kematian menjemputnya. Az Zahrah (bunga), salah satu judul kumpulan puisinya.

Kisah tokoh gerakan Islam modern, Sayyid Qutub tak kalah menarik. Dua kali ia jatuh cinta, dua kali pula ia patah hati. Gadis pertama berasal dari desanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah beliau pergi ke Kairo untuk melanjutkan kuliah. Sayyid menangisi peristiwa itu.

Gadis kedua berasal dari Kairo. Untuk ukuran Mesir, gadis kedua ini tidak termasuk cantik, kata Sayyid. Namun ada gelombang yang unik yang tersirat dari sorot matanya, katanya menggambarkan pesona sang gadis. Tragedinya justru terjadi pada hari pertunangan. Sambil meneteskan air mata, gadis itu menceritakan sejujurnya bahwa Sayyid adalah orang kedua yang telah hadir mengisi kekosongan hatinya. Pengakuan tulus ini justru meruntuhkan keangkuhan Sayyid, karena ia memimpikan seorang yang perawan baik fisik maupun psikhis. Isterinya yang kedua ini hanya perawan secara fisik.

Secara manusiawi, ia tenggelam dalam penderitaan yang panjang. Akhirnya ia memutuskan hubungan dengannya. Yang membuat semakin menderita katika ia ingin rujuk, gadis itu justru menolaknya. Ia membukukan bait-bait puisi yang terinspirasi oleh kegagalan bercinta.

“Apakah kehidupan ini memang tidak menyediakan gadis impianku ?. Ataukah perkawinan yang berkesan itu pada prinsipnya tidak sesuai dengan kondisiku?.”

Setelah itu ia merebut takdirnya dipenjara oleh pemerintah yang zhalim selama 15 tahun, menulis tafsir “Fii Zhilalil Quran” dan mati di tiang gantungan seorang diri. Tanpa ditemani sang istri.

Mengimbangi Kekuatan Amarah

Ahli psikologi modern mengatakan, keberhasilan dan kegagalan berkeluarga merupakan faktor dominan dalam mewujudkan kebahagiaan dan penderitaan manusia di jagat raya. Jika di dunia ini ada surga adalah pernikahan yang harmonis, dan jika di dunia ini ada neraka adalah pernikahan yang kandas di tengah jalan.

Bukankah bersanding dengan kekasih merupakan impian, cita-cita, harapan setiap anak Adam?. Bukankah peristiwa ijab dan qabul (penyerahan wali putri kepada suaminya dan penerimaan suami dari wali calon isteri) adalah salah satu kejadian yang sulit terhapus dalam ingatan dalam bagian episode kehidupan manusia?.

Marilah kita meningkatkan syukur (at Tahadduts bin Nikmah) dengan usia perkawinan kita sekarang, dengan meningkatkan amal shalih terutama dengan orang yang paling dekat dengan kita, pendamping hidup.

Wajar sekali jika Usman bin Affan khalifah ketiga dan menantu Nabi Saw pernah bercerita tentang dirinya sendiri:

“Saya adalah lelaki yang sangat suka kepada perempuan. Syahwat kepada perempuan, “ kata Abul A’la Al Maududi dalam bukunya “Al Hijab”, merupakan sumber vitalitas yang memberikan gairah untuk bekerja dan berkarya. Mengatur penyaluran syahwatun nisa pada tempatnya memberikan efek produktifitas bagi kehidupan manusia.

Syahwat kepada wanita berguna untuk mengimbangi kekuatan lain yang sangat dahsyat, yaitu kekuatan amarah (al Quwwah al Ghadhabiyyah) yang membangkitkan energi dan gairah untuk menghadapi resiko, meremehkan musuh, menghalau ketakutan kepada kematian, menikmati ketegangan jangka panjang, menunda kepuasan sesaat menuju kenikmatan permanen.

Itulah rahasia yang mengungkapkan mengapa Rasulullah Saw selalu membawa serta salah satu istrinya ke dalam berbagai medan pertempuran. Umar bin Khattab, setelah mendengarkan tangisan malam hari yang berasal dari isteri yang berpisah dengan suaminya dan bertanya kepada putrinya Hafshah, ia membuat aturan baku yang mewajibkan setiap prajurit kembali menemui istrinya setelah masa tempur empat bulan.

Inilah ratapan shahabiyat ‘Atikah ketika beberapa malam berpisah dengan suaminya karena panggilan tugas.

“Begitu lama terasa malam ini

Merangkak hingga gelap

Kelam semua tepinya

Mana sanggup kupejamkan mata

Tanpa kekasih yang aku cumbui

Oh, Demi Allah andai saja tidak ada Dia

Dan tiada Tuhan selain hanya Dia

Niscayalah ranjang ini

Kan bergoyang semua sudutnya”


Lebih dari empat bulan, kata seorang analis militer, seorang prajurit yang berpisah dengan istrinya berubah menjadi sadis.

Jangan Sampai Membelenggu

Hanya saja kecintaan kepada isteri dan suami harus rasional dan proporsional. Tidak sekedar menonjolkan rasa, tetapi juga rasio. Mencintai pasangan hidup diletakkan karena kepentingan agama. Cintailah istrimu dibawah cinta misi !. Jangan sampai kecintaan kepada keluarga menjadi ketergantungan yang membelenggu dan melumpuhkan. Saling mangasihi yang tidak dilandasi agama pada suatu ketika akan menjadi batu sandungan dakwah.

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zuhruf (43) : 67).

Ketergantungan kepada selain Allah adalah indikasi kelemahan jiwa. Dalam kitabnya “Al Hikam” Ibnu ‘Athaillah pada nomor pertama berbunyi:

مِنْ عَلاَمَاتِ الْأِعْتِمَادِ عَلىَ الْعَمَلِ نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلَلِ


“Di antara indikasi bersandar kepada amalan (lahiriyah), kurangnya harapan kepada Allah (raja’) ketika tegelincir.”

Umar bin Khattab pernah menyuruh puteranya, Abdullah bin Umar, satu dari tujuh ulama besar sahabat Rasulullah Saw untuk menceraikan isterinya. Pasalnya, ia over lapping dalam mencintai isterinya. Ia pernah terlambat shalat berjamaah karena menyisir rambutnya. Sekalipun ia mempertahankan istrinya yang tercinta, tetapi Umar ra menganggapnya sebagai kelemahan jiwa.

Ketika seorang sahabat mengusulkan kepada Umar menjelang wafatnya, untuk mencalonkan puteranya sebagai khalifah ketiga, beliau menjelaskan beberapa alasan penolakannya, diantaranya : Saya tidak akan pernah menyerahkan amanah ini kepada seorang laki-laki yang lemah, yang tidak berdaya menceraikan isterinya.

Kita mencintai isteri karena alasan keagamaan (faridhah syar’iyyah). Dalam salah satu hadits, Nabi Saw bersabda : pilihlah calon istetrimu karena kualitas keagamaannya – mengalahkan pertimbangan kecantikan, keturunan dan kekayaan – supaya kedua tanganmu tidak berdebu. Yakni, jika pertimbangan pilihanmu tidak berdasarkan agama, kamu kelak akan melakukan perbuatan yang hina (usahamu laksana terkontaminasi oleh lumpur), tidak patut dilakukan oleh orang yang berakal. Agama adalah penyejuk, penyelamat dan pembangkit serta memberikan bobot kehidupan (fazhfar bidzatid din taribat yadaak).

اَلدِّيْنُ وَضْعٌ اِلَهِيٌّ سَائِقٌ لِذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ عَلىَ مَافِيْهِ لِصَلاَحِ مَعَاشِيْهِمْ وَمَعَادِيْهِمْ

Agama adalah tuntunan Ilahi Rabbi untuk segenap orang yang berakal sehat untuk menggapai kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan akhirat.

Agamalah yang bisa memberikan ketrampilan kepada pemeluknya untuk mengelola fluktuasi (naik turun) kehidupan dengan semangat yang sama. Sedih dan gembira, suka dan duka, gagal dan sukses, adalah peta realitas kehidupan dunia. Dinamika kehidupan dipersepsikan dan disikapi sebagai romantika. Sehingga isteri bisa menjadi teman abadi sepanjang hayat di dunia dan akhirat.

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (QS. Ath – Thur (52) : 21).

Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan derajatnya sederajat dengan bapak-bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka di syurga. Sekalipun kualitas amal shalih anaknya lebih rendah. Hal ini untuk menghibur bapak atas upayanya selama ini.

“Allah membuat perumpamaan isteri Firaun bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata : Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-MU dalam syurga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. At Tahrim (66) : 11).

Pentingnya Keterbukaan

Istri bagi suami laksana pakaian, demikian pula sebaliknya suami. Pakaian memiliki fungsi penutup aurat (rahasia), menjadi perhiasan, melindungi tubuh dari kepanasan dan kedinginan. Karena seorang merupakan pakaian dari yang lain, maka hubungan keduanya tidak ada jarak. Fungsi komunikasi, keterbukaan disini menjadi sangat penting.

Dari sinilah kita yang baru menikah atau penganten lama perlu banyak belajar. Bersamaan dengan perputaran waktu, membangun komunikasi dengan pasangan tidak selalu berjalan lancar dan harmonis. Untuk menciptakan komunikasi yang sehat – yang perlu dikedepankan adalah semangat untuk memberi bukan menuntut - . Keduanya dituntut saling memahami karakter masing-masing. Jika komunikasi dalam keluarga menemui hambatan, betapa banyak pasangan keluarga yang berusia kepala lima, tidak berhasil mempertahankan keintiman, keharmonisan yang telah susah payah dibangun.

Sebut saja kisah berikut ini, si fulan dan fulanah. Pasangan ini telah memasuki usia pernikahannya ke 50 tahun. Usia yang tidak pendek. Seharusnya ia matang, dewasa, kaya pengalaman dalam menyelami samudera kehidupan berkeluarga. Karena telah merasakan pahit dan manisnya menjalin kasih. Namun realitasnya tidak selalu menguntungkan. Demikianlah kehidupan di dunia ini, tidak hanya berwarna hitam putih. Tetapi warna warni kehidupan ini serupa dengan warna pelangi. Merah, kuning, hijau dan biru serta coklat dll.

Sebenarnya, pasangan ini dalam meniti karir kesuksesan hidupanya sampai sekarang dari nol, keduanya melewati jalan yang licin, berkelok-kelok, mendaki, memiliki jurus yang jitu. Dimulai dari kehidupan pas-pasan (pas membutuhkan pas ada) sampai kepada taraf kehidupan sak wontene (semuanya serba ada).

Untuk merayakan pesta emas pernikahannya, diadakan tasyakuran mewah. Menurut persepsi umum suami istri ini adalah pasangan yang paling bahagia. Semua kerabat, handaitaulan turut hadir untuk mengucapkan selamat. Menambah bobot acara tahdduts bin nikmah (tasyakuran), tiba-tiba diselipkan mata acara yang semula cukup wajar, tiba-tiba berakhir dengan suasana yang menggemparkan. Sehingga acara yang semula syahdu menjadi hiruk pikuk, mengundang perhatian semua penghuni hotel berbintang lima, tempat acara diselenggarakan. Pemicunya, ketika puncak acara santap makanan, suami menghadiakan kepada isteri potongan daging ikan tenggiri. Ini merupakan menu istimewa, jika bernostalgia dengan masa-masa sulit yang dilewati, pikirnya. Jika mengingat masa perintisan karir, jangankan makan ikan laut, tahu tempe saja harus di iris sangat tipis. Momentum ini ia ingin manfaatkan untuk membagikan puncak kebahagiaannya kepada isteri tercinta.

Suasana hening, menjadi gaduh ketika sang isteri menangis dengan sangat keras dan mengatakan : saya heran sekali dengan bapak, sudah usia 50 tahun membangun keluarga, tetapi, alangkah terkejutnya saya. Pada pesta yang penuh dengan kebahagiaan ini, - bapak tega menghadiakan menu makanan yang selama ini saya benci - . Kapan pak anda bisa berubah, mengerti perasaan saya !. Masya Allah pak !. Perbanyak istighfar pak !. Pesta emas hari ulang tahun pernikahan menjadi adu mulut. Syukur, tidak sampai berantem.

Miss-komunikasi, inilah inti persoalan yang menjadi kendala keberlangsungan kebahagiaan berkeluarga tadi. Sudah usia kakek dan nenek, terbukti tidak saling memahami perasaan masing-masing. Belum menemukan metode pemecahan yang sama dalam mengantisipasi konflik. Sehingga terjadi hambatan psikhis yang baru ketahuan setelah melewati usia panjang pernikahan. Semoga kita termasuk pasangan yang tidak memakan waktu yang lama dalam beradaptasi dengan keluarga kita. Karena tugas, resiko berumah tangga tidak ringan.

“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah, dan dikatakan (kepada keduanya) : Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).: (QS. At Tahrim (66) : 10)

Membangun Sandaran Spiritual

Ada seorang tokoh publik yang hingga usia tua belum sempat memikirkan jodoh. Sedangkan beliau telah berumur 40 tahun. Dialah Syekh Usman An Naisaburi. Berasal dari daerah Naisabur. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai tokoh masyarakat, datanglah seorang gadis shalihah yang cacat (bermata juling) dan miskin memberanikan diri untuk menghibahkan dirinya kepada beliau.

“Wahai Syekh, sungguh aku sangat mencintaimu. Sudikah engkau berkeluarga dengan orang yang fakir ilmu, harta dan miskin iman ini?.”

Ulama yang hartawan ini tergagap, seakan-akan telinganya tersambar petir, diingatkan oleh sunnah Rasul yang selama ini seolah-olah terhapus dalam memorinya. Segera, setelah itu ia bisa menguasai diri. Beliau menjawab: “Apakah sudah engkau pertimbangkan secara matang hidup denganku yang sudah lanjut usia ini?. Ingat ukhti, masa depanmu masih cukup panjang! Jangan engkau pupuskan harapanmu hanya kerena berkeluarga denganku!.“ Tetapi sang gadis tetap pada pendiriannya.

Singkat cerita lamaran gadis tersebut diterima. Dia, terutama bapaknya sujud syukur. Selama lima belas tahun mujahid yang harum namanya itu berdampingan dengan wanita yang cacat fisik, tetapi sukses mengarungi samudera kehidupan berkeluarga tanpa hambatan yang berarti. Ia berhasil menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, rahmah wa muthmainnah. Sekalipun banyak ketidak cocokan di tengah jalan, tetapi dengan mudah dicarikan jalan keluarnya. Tentu, pasangan ini tidak memfokuskan perhatiannya yang bersifat lahiriyah. Ia menyadari, jika tidak menyukai satu sifat istri, memalingkan penglihatan pada sisi yang lain, kata Nabi Saw.

Kalau kita baca tarajum dan manaqib (riwayat kehidupannya), bisa dipahami bahwa kesamaan cinta misi (taqwa) yang bisa mempertahankan dan merawat bahkan menyuburkan keharmonisan rumah tangga sampai 15 tahun. Kebetulan isterinya lebih dahulu kembali kepada Allah. Ketika kebersamaan dengan isterinya yang setia itu berakhir, dia menuangkan bait-bait pusinya yang melukiskan kepedihan hatinya karena berpisah dengan belahan jiwanya terlalu dini.

“Sungguh aku menyesal dengan perpisahan ini…………Sungguh isteriku,…Sekiranya bukan karena taqdir Tuhan, saya berat hati menerima kenyataan pahit ini……kebersamaan kita terlalu cepat berakhir……. hati kita telah terbuhul…..dengan cinta kepada Allah.

Berikutnya, Sang Alim ini mengisi hari-harinya terasa hampa. Sendiri lagi. Ia selalu terkenang dengan isterinya yang cacat fisik itu tetapi hatinya laksana intan mutiara dan lentera di dada.

Ia bukukan gubahan prosanya dalam kutaib (buku kecil), Al – Usrotu Bilaa Masyakil (keluarga tanpa masalah).

Begitulah ruh itu. Ia ibarat pasukan yang siap dikomando, jika ada kesamaan spirit akan mudah menyatu. Dan jika berbeda, akan mudah menimbulkan friksi.

“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah.” (QS. Al Ahzab (33) : 34).

Keindahan isi rumah tidak terbatas dipandang dari hiasan lahiriyah, tetapi yang lebih esensial adalah hiasan spiritual. Rumah yang dalam kamus bahasa Arab “ Sakan” yang bermakna tempat berlabuh lahir dan batin, jasmani dan rohani seluruh penghuninya setelah penat menyeberangi lautan kehidupan yang dihadapkan gelombang yang menghantam sepanjang hari.

Hiasan spiritual akan menyinari hati (yudhii-ul qalb) semua sisi dan isi rumah, sehingga melahirkan optimisme, cerah, ceria menghadapi resiko-resiko yang ditimbulkan sebagai konsekwensi dari adanya pernikahan. Suasana sakinah, mawaddah, rahmah dan ulfah (jinak hati) serta muthmainnah sangat dibutuhkan oleh bayi sebagai buah perkawinan. Suasana itu sebagai lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikhisnya, dimana membutuhkan perhatian dan waktu yang sangat lama (mulazamah).

Itulah dambaan kita semua, mudah-mudahan. Amin

Thursday, September 23, 2010

Saudariku, Jadilah Engkau BIDADARI..!


Masihkah kau mau menjadi bidadari syurga Allah … ya ukhti?

Pertanyaan itu seolah semakin lama semakin menggema di ruang hati dan memenuhi seisi jiwa…


Wahai diri…Tahukah kau seperti apa sosok bidadari itu?

Di saat wanita bumi asyik dan sibuk mempercantik diri atau memperindah bentuk tubuh..

Mereka hamburkan uang demi satu kalimat yaitu “katakanlah bahwa wajahku cantik”

Sedangkan Bidadari..

Lebih menyibukkan mempercantik iman dalam hati…dan memperindah akhlak layaknya muslimah sejati..

Di saat wanita bumi sibuk mencari cela dan saling membicarakannya…

Bidadari akan lebih sibuk mencari celanya sendiri dan memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki…

Di saat wanita bumi lebih mudah menangis karena patah hati dengan pacarnya…

Bidadari akan menangis ketika gejolak hatinya dicemburui Allah…

Di saat wanita bumi sering mengeluh ketika menghadapi masalah..

Bidadari akan kuat tetapi seiring dengan kepasrahan diri pada Allah..

Di saat wanita bumi hanya meratapi kekurangan diri..

Bidadari tak akan diam..

dia bergerak agar kekurangan yang dimilikinya tak mematikan kesempurnaan dirinya yang lain…

Dia akan terus bergerak..bergerak…

bahkan mampu melebihi orang yang punya kelebihan di atas darinya…

Di saat wanita bumi banyak menangis untuk kesia-siaan…

Bidadari bumi akan banyak menghabiskan airmatanya kepada Rabb-nya…

hingga kelak airmata itu dijadikan Allah sebuah telaga di syurga…

Dan di saat wanita bumi memilih jalan pintas untuk memenuhi hajat diri..

Bidadari bumi akan sabar menanti dalam keta’atan dan mengisinya dengan berbenah diri…

Wahai ukhti…

hanya kekuatan diri dan mereka yang bersabar dalam keta’atan yang akan sanggup melewati ini dan menjadi bidadari…

Dan ukhti…masihkah kau mau menjadi bidadari Allah di muka bumi?

Salam Lembut Bidadari

Wednesday, September 22, 2010

Jadikan Aku Kekasihmu Yaa Rabb..!!



Malam bercengkerama dengan pekatnya

menanti Semilir angin datang merajuk

tertakjub Akan fana dunia

aku terkapar serasa hilang tak bernyawa


Aku ini hanya manusia

Kecil tak ada

Menikmati sisa nafas berirama

menjalani sisa hari Dan menghitung waktu tersisa


ku tunggu sempurnaMU

Yang membantu menatih jiwa dahaga

ku coba merangkak kelangit

mencoba bercapa padanya sang maha pencipta


Jiwa ku tertatih dan melayang

Aku terbang menuju pintu mu

jauh diatas kau tak tersentuh

bantulah,Ulurkan tangan-Mu untukku


KAU kirim angin memberi kabar

Ijinkan aku Menapaki rumah syurgaMU

Karena aku Sangat mengingin kan MU

Dan jadikan aku sebagai kekasihMU

Aku merindukanmu ya robbku

Karena Aku mencintaiMU tuhanku...

Tuesday, September 21, 2010

Bicara pada Bayi Bantu Perkembangan Otaknya


Sebuah studi terbaru mengatakan bahwa berbicara dengan bayi yang masih berusia 3 bulan-an bisa memengaruhi perkembangan kognitif dan membantu otaknya membentuk kategori. Riset juga mengatakan bahwa bayi yang belajar untuk mengasosiasikan suatu obyek dengan kata-kata ketimbang gambar lebih bisa melakukan pembagian lebih baik.

Susan Hespos, profesor psikologi di Northwestern University, mengatakan bahwa mengajak bayi berbicara sejak dini akan membantu perkembangan otak dan kognisinya. Dalam studi yang dipublikasikan di Child Development, para peneliti membandingkan efek antara kata-kata dan suara pada kemampuan kognisi bayi yang berusia antara 3-4 bulan.

Semua bayi diperlihatkan gambar ikan, kemudian disambung dengan kata atau suara "bip". Para bayi yang ada dalam grup "kata-kata" diberitahu seperti, "Lihat, ini toma (kata yang dikarang untuk ikan)" saat mereka melihat gambar ikan itu. Para bayi yang ada di grup "pendengaran" mendengar suara "bip" menghubungkan antara intonasi dan durasi.

Kedua grup tersebut kemudian dites kemampuan mengategorikan sesuatu dengan dipertunjukkan gambar ikan lain dan seekor dinasaurus bersampingan, para peneliti kemudian meneliti berapa lama mereka melihat gambar tersebut. Jika si anak sudah membentuk kategori yang lebih familiar dengan ikan dalam otaknya, ia akan melihat gambar itu lebih lama.

Hasil penelitian menunjukkan, bayi yang mendengar kata-kata membentuk kategori tersendiri untuk ikan ketimbang mereka yang hanya mendengar suara "bip".

"Kami memperkirakan bahwa ucapan manusia, khususnya yang ditujukan langsung kepada si bayi, membantunya untuk memerhatikan suatu obyek dan membentuk sebuah kategorisasi," ungkap Sandra Waxman, profesor psikologi di Northwestern University. "Kami yakin, seiring berjalan waktu, efeknya akan makin baik seiring si bayi mulai bisa membedakan tiap kata yang terucap kepadanya untuk membedakan arti dan perbedaan kata itu, dan memetakan kata itu menjadi sebuah makna," tambahnya.

5 Kebiasaan Keuangan yang Bikin Anda Bahagia


Memiliki kontrol yang cukup besar atas uang yang Anda miliki boleh dibilang merupakan salah satu hal yang dapat membuat Anda bahagia. Ada beberapa kebiasaan spesifik yang dapat Anda coba untuk membuat uang berada di bawah kontrol Anda. Dengan perbedaan tersebut, Anda akan merasa lebih bahagia. Simak caranya.

1. Mengelola keuangan
Anda tidak perlu menyewa perencana keuangan profesional. Anda hanya perlu menerapkan beberapa program tabungan yang Anda pahami sehingga Anda dapat melakukannya dengan cepat dan tanpa kerumitan. Itu adalah kuncinya. Orang yang cukup terorganisasi dan bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan cepat umumnya lebih bahagia daripada mereka yang tidak.

2. Tidak membayar semua tagihan bersamaan
Bayangkan bila Anda memiliki tagihan dua kartu kredit, PLN, PAM, ponsel, dan asuransi, dalam waktu bersamaan. Melihat sejumlah besar uang Anda raib dari saldo rekening di bank bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Jika masing-masing tagihan tersebut memiliki waktu jatuh tempo yang berbeda, kenapa tidak membayarnya langsung begitu tagihan diterima? Anda akan merasa segera terbebas dari kewajiban, dan terpakainya uang untuk membayar utang pun tidak begitu terasa.

3. Menabung lima persen
Ada hubungan yang kuat antara tabungan dan kebahagiaan. Jika Anda dapat menabung sebanyak lima persen saja, Anda pasti akan merasa bahagia. Jumlah ini tidak besar, kok. Jika gaji Anda Rp 5 juta, maka lima persennya berarti hanya Rp 250.000. Menabung sedikit uang tersebut, bila dilakukan rutin tiap bulan, pada akhir tahun Anda sudah bisa menggunakannya untuk tiket pesawat untuk liburan berdua. Dimulai dari lima persen, setelah terbiasa menyisihkan uang Anda dapat menabung sepuluh persen.

4. Tetapkan dan jalankan tujuan Anda
Mencapai kebahagiaan bukan masalah telah mencapai tujuan, melainkan masalah membuat kemajuan. Meskipun untuk mencapai tujuan itu seringkali Anda mengalami kekecewaan, Anda harus tetap maju. Intinya adalah memotivasi diri. Anda hanya perlu melihat hasil yang akan Anda capai untuk terus maju.

5. Donasikan sebagian uang Anda
Tidak ada cara lain untuk meningkatkan kebahagiaan keuangan Anda sendiri selain membuat hidup orang lain sedikit lebih baik. Banyak cara yang bisa Anda lakukan, dari memberi modal usaha untuk PRT yang ingin mandiri, atau menyumbang untuk proyek pelestarian lingkungan. Orang-orang yang memberikan sedikit uangnya tidak hanya akan merasa bahagia, tetapi juga akan lebih sehat. Orang yang tahu bagaimana memberi juga dapat mengingatkan diri bahwa menginginkan lebih banyak bukan berarti memanjakan kesenangan. Kebahagiaan Anda tidak bergantung pada seberapa banyak yang Anda miliki, tetapi pada cara Anda menanganinya.

Aplikasikan Cinta dalam Sebuah kata " Pernikahan "

Seringkali kita mendengar kata cinta bahkan mengucapkan rasa itu pada sang belahan jiwa, Cinta adalah sebuah rasa yg berbeda menjadi satu : suka, duka, marah, rindu, romantis , misterius, semangat, malas, serius, cemburu. dsb

Dengan berbagai rasa itu Alangkah indahnya bila sebuah cinta di aplikasikan dalam sebuah kata penuh makna dalam “Bingkai Pernikahan”, Karna wujud keseriusan dalam percintaan adalah menikah.

Islam menempatkan pernikahan sebagai hal yang suci dan agung yang dapat menghindarkan kita pada hal-hal yang di haramkan Allah dan dapat mengancam kehancuran tatanan moral dan sosial manusia. Sebagaimana firman Allah pada ( surah arrum 21 ) “ dan di antara tanda-tanda kekuasaannya adalah ia menciptakan untukmu istri-istri dari sejenismu sendiri supaya kamu merasa tentram kepadanya dan dijadikan di antara kamu rasa cinta dan kasih sayang.

Pernikahan adalah sebuah fase penyatuan dua raga dan jiwa menjadi satu, dan sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah sebagai pemersatu dan menjadi puncak dari segala kenikmatan cinta itu sendiri.

Pada realitanya tidak mudah menyatukan dua orang yang berbeda isi kepala, perilaku, latarbelakang keluarga/ pendidikan bahkan kebiasaan, maupun keinginan dalam sebuah pernikahan, maka dari itu disinilah di butuhkan kesiapan diri untuk menerima apa yang mungkin tidak sesuai keinginan atau harapan kita, namun harus diyakin jika hal demikian bisa disikapi dengan indah, dengan mencoba menanamkan kesadaran diri bahwa menikah untuk ibadah, menikah semata-mata untuk mencari ridho Allah. Maka segala perbedaan yang seolah-olah menjadi momok besar buat pasangan suami istri Insya Allah akan menjadi kecil dan mudah di atasi ketika sgala problem slalu dikembalikan pada sang maha pembuat segalanya “Allah robbul izzati.”

Ikhwan wa akhwaty yang di mulyakan Allah, Pernikahan merupakan titik awal dalam sebuah ikhtiar tiada henti, yaitu ikhtiar untuk mewujudkan sebuah rumah tangga yang senantiasa menghadirkan ketentraman jiwa, rasa cinta dan kasih sayang yang tiada pernah padam ( dengan seizin Allah tentunya ). Sehingga banyak sekali para ustadz / ustadzah memberikan tips untuk menciptakan rumah tangga sesuai ajaran Rosulullah SAW.

Menurut salah satu sumber praktisi psikologi dalam sebuah tulisannya di katakan, “untuk menggapai harapan pernikahan yang abadi sejumlah syarat haruslah dimiliki antara lain, iman, ilmu, komunikasi, adaptasi ,kompromi , saling memaafkan, memelihara romantisme, jujur dan saling percaya “. Hal-hal tersebut di ataslah yang senantiasa harus kita jaga dan diperhatikan demi kelanggengan kehidupan cinta dalam pernikahan hingga aki-aki dan nini-ninik.

Salah satu hikmah dan manfaat pernikahan adalah membuka pintu rizki dan memperbaiki akhlak , Jadi apalagi ditunggu jika dirasa kalian siap secara bathin dan mampu secara lahir kenapa tidak disegerakan saja , bukankah ini adalah sesuatu indah yang dapat menyempurnakan separuh agama. Jadi ......Jangan pernah takut ataupun ragu untuk melangkah, harus di tekan kan dalam hati. dan jangan biarkan keyakinan itu di hancurkan oleh shak ( ragu ) itu sendiri. Bukankah Rizki Alallah ?....

Maka dari itu aplikasikan cintamu dalam sebuah pernikahan suci berlandaskan Alquran dan hadits, yang kelak akan melahirkan peradaban baru yang lebih tangguh dan islami dengan kehadiran sang buah cinta dan hati yaitu anak- anak lucu yang sholeh dan sholehah Penawar hati kala sedih, pemanis kala pahit menghampiri. Dan doanya penyelamat kala raga ini terbujur kaku di pembaringan terakhir nanti.
“ so....... lets do it MENIKAHLAH DAN RAIH SEPARUH AGAMA “............... semoga bermanfaat.

Saturday, September 18, 2010

AZAB BAGI WANITA



Kepada kaum hawa,terlalu banyak ujian bagi kaum hawa.Semoga artikel ini bermanfaat buat kamu.

Buat kaum adam,kamu juga pasti tidak mahu orang yang kamu syg menghadapi salah satu siksaan di bawah ini.


khususnya untuk para wanita dan diri sendiri.....

Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah menangis manakala ia datang bersama Fatimah . Lalu keduanya bertanya mengapa Rasul menangis.


Beliau menjawab, "Pada malam aku di-isra'- kan , aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena, menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.


Putri Rasulullah kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya."Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.


Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya.


Aku lihat perempuan tergantang kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.


Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri.


Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta, dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api neraka,"kata Nabi.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?

*Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.

*Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat tidurnya.

*Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.

*Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.


*Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya.


*Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalk! annya dan tidak mau mandi junub.


* Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta.. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami.


"Mendengar itu,Sayidina Ali dan Fat imah Az-Zahra pun turut menangis.

Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.

sampai2kan kepada kawan2 kita yang lain..insyaALLAH

Renungan Pernikahan


Tidak ada yang salah manakala seorang muslimah merindukan cinta dan kasih sayang dari seseorang yang diharapkan akan menjadi pendamping hidupnya. Setiap insan termasuk seorang muslimah pun berhak dan lumrah untuk merasakan kerinduan semacam itu. Meskipun tak terungkap secara lisan, penantian dan impian untuk menggapai sebuah mahligai pernikahan adalah puncak gelisah dan kerinduan yang merupakan salah satu bentuk ujian seorang gadis muslim.



Ibarat sekuntum bunga yang sedang mekar atau bahkan telah mekar dan matang dalam waktu yang sudah cukup lama, adanya kecenderungan untuk disentuh oleh si kumbang jantan yang menawan dan memberikan sari madunya adalah adalah salah satu fitrah yang lumrah dirasakan oleh dirasakan oleh seorang gadis. Sayangnya, saat ini banyak sekali dan semakin banyak kumbang-kumbang jantan yang hanya mengobral rayuan gombal, kata-kata picisan, hanya menggoda, bahkan hanya ingin menghisap sari madu dari sang gadis saja, setelah dapat ia terbang dan menghilang entah kemana. Sedikit sekali kumbang-kumbang jantan yang bersedia berjuang untuk membawa sang gadis dengan jalan yang diridhoi oleh Allah swt, yaitu sebuah jalan pernikahan.



Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci, maka sudah sepatutnyalah setiap langkah untuk mencapainya pun harus dilakukan dengan cara yang suci. Manakala seorang gadis telah merasakan kerinduan akan seorang pendamping hidup, artinya secara sadar maupun tidak ia telah melangkahkan kakinya pada salah satu jalan yang akan menghantarkan pikiran dan hatinya pada sebuah mahligai pernikahan. Untuk itu, hendaknya ia senantiasa berjaga dengan kuat dan berhati-hati dalam setiap langkah. Jangan sampai ada noda yang tercecer dan mengotori jalan yang suci ini hingga tiba saat yang dinanti-nanti, yaitu ketika Allah meridhoi dan mewujudkan sebuah pernikahan indah dan suci yang selama ini didambakan.

Memang, penantian tidaklah membutuhkan tenaga yang ekstra besar. Namun, sebagian besar manusia pun mengakui bahwa penantian adalah salah satu pekerjaan yang sangat melelahkan. Terlebih lagi penantian untuk sebuah pernikahan, ini merupakan sebuah penantian besar yang sangat melelahkan. Karena, dalam penantian inilah syaithon-syaithon dalam bentuk nafsu dan syahwat senantiasa menghampiri. Manakala seorang gadis tengah berada dalam lelahnya sebuah penantian, maka pada saat itulah syaithon-syaithon sedang menatapnya sebagai sebuah sarapan pagi yang lezat dan siap untuk disantap. Oleh karena itu, seorang muslimah hendaknya benar-benar mengerti hal-hal yang sebaiknya ia lakukan dalam masa penantiannya. Dengan demikian, penantiannya untuk sebuah pernikahan yang indah dan suci tidak akan sia-sia, dan Allah akan memberikannya seorang pendamping Robbani dalam pernikahan yang telah menjadi impian.



Pernikahan adalah awal dari sebuah kehidupan dan perjalanan hidup yang baru. Idealnya, perjalanan panjang hendaknya disertai dengan bekal yang benar dan cukup. Demikian pula dengan pernikahan, membutuhkan bekal yang tidak sedikit dan sembarangan. Berikut ini adalah langkah-langkah yang sepatutnya dilakukan dan diistiqomahkan oleh seorang muslimah dalam penantiannya untuk menuju sebuah pernikahan yang diridhoi oleh Allah swt. Langkah-langkah inilah yang insya Allah akan menjadi bekal untuk berlayar di atas lautan dan gelombang kehidupan dengan ombak dan badai yang selalu mengintai. Langkah-langkah inilah yang akan menjadi kompas dan bahan bakar untuk perahu pernikahan.



1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah

Menantikan seorang lelaki sholih yang akan meminang dan menyandingnya dalam sakralnya pernikahan memang akan memancing datangnya berbagai bentuk godaan. Untuk itulah, seorang muslimah hendaknya terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya (baik ibadah fardhu maupun sunnah) untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Insya Allah, dengan peningkatan ibadah ini Allah akan memberikan kekuatan dan pertolongannya untuk menghadapi godaan-godaan yang mencoba untuk menggoyahkan dan memikatnya.



2. Istiqomah dalam doa dan tawakal

Sesungguhnya, segala sesuatu yang terjadi maupun yang tidak terjadi adalah hanya atas kehendak Allah swt semata. Rizki, maut, dan juga jodoh, itu semua berada dalam genggaman Allah swt, tidak akan ada yang mampu merubahnya kecuali Dia. Dan sebagai manusia, yang diwajibkan hanyalah berusaha dan berdoa dengan sebaik-baiknya. Kemudian bertakwakallah kepada-Nya, serahkan dan percayakan segala keputusan final hanya kepada-Nya. Janganlah pesimis dan berburuk sangka kepada Allah, karena Allah akan mengikuti persangkaan hamba-Nya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqoroh: 153)

Istiqomahlah dalam berdoa agar diberikan pendamping hidup yang sholeh, dan dikaruniakan sebuah pernikahan yang barokah sehingga membawa kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Yakinlah bahwa Allah lebih mengerti apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Dan yakinlah, bahwa Allah hanya akan memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya.



3. Mempersiapkan diri

Meskipun dinanti-nanti, namun pernikahan bukanlah hal sepele yang dapat dicapai dan dijalani dengan sembarangan atau asal mau saja. Ketika seorang wanita telah memasuki pintu pernikahan, maka secara otomatis kewajibannya pun telah bertambah (demikian pula halnya dengan laki-laki). Maka dari itu, hendaknya seorang muslimah senantiasa mempersiapkan dirinya sebelum seorang pangerang yang diutus oleh Allah swt datang untuk menjemput dan membawanya menuju istana pernikahan yang sakral.



Teruslah membekali diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, dan terutama ilmu agama yang berkaitan dengan masalah kerumah tanggaan. Selain itu, seorang muslimah juga harus membekali dirinya dengan keterampilan berumah tangga. Dan bekal yang terakhir adalah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang isteri sholihah yang taat dan senantiasa menyenangkan hati suami.



Saudariku, pernikahan adalah dambaan bagi setiap insan, tidak terkecuali seorang muslimah. Dan menunggu pangeran sholih yang akan menjemputnya menuju mahligai pernikahan yang sakral, bukanlah perjuangan yang ringan. Gelisah, gundah, tanda tanya, harap, cemas, semua membaur menjadi satu. Namun, sekali lagi pernikahan bukanlah ikatan yang dapat dijalin dengan “mau” saja. Untuk menuju pernikahan yang barokah, dibutuhkan bekal-bekal yang benar dan cukup. Jangan sampai kita kehabisan bahan bakar ataupun perbekalan ketikan sedang menyelami lautan pernikahan. Terlebih lagi menyelami lautan pernikahan tanpa membawa bekal, anda akan kelaparan dan kehausan. Jangan sampai anda melupakan peta dan kompas manakala hendak menjelajahi belantara pernikahan.



Saudariku, rindukanlah sebuah pernikahan sakinah, mawaddah, warrohmah. Rindukanlah seorang pendamping hidup yang akan membawa ikatan pernikahan mulia di dunia dan akhirat. Dan tidaklah sebuah pernikahan akan sakinah, mawaddah, warrohmah, melainkan dengan kita memperjuangkannya di jalan yang diridhoi oleh Allah, melainkan kita masuki pintu pernikahan tersebut dengan menyebut asma Allah. Dan tidaklah senuah pernikahan akan sakinah, mawaddah, warrohmah, kecuali kita menjalankannya dengan bekal yang cukup, dengan bekal yang benar. Allah, adalah pangkal tolak dan arah melangkah kita dalam menanti dan mengemudikan sebuah pernikahan.



Pernikahan yang barokah adalah pernikahan yang dilandasi dengan nilai-nilai iman dan takwa. Hanya pernikahan yang barokahlah yang akan memberikan kebagiaan dunia dan akhirat. Pernikahan dibawah naungan islam, pernikahan dibawah naungan Allah adalah pernikahan yang menjadi dambaan orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Tiga langkah di atas merupakan secuil ikhtiar yang jika direalisasikan dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan keistiqomahan, insya Allah akan menjaga diri kita dari godaan-godaan yang menerpa manakala berada disebuah jalan menuju pernikahan. Dan insya Allah akan menjadi bekal yang sangat bermanfaat dalam mengaruhi bahtera pernikahan kelak.

Tuesday, September 14, 2010

HARTA TERMAHAL

Tak terasa, hari ini telah memasuki hari keenam bulan Syawal. Artinya, kita telah berada di penghujung suasana lebaran. Akankah kita bertemu lebaran tahun depan?

Menurut saya, harta tak ternilai yang dimiliki manusia bukanlah emas dan permata. Bukan pula deposito dan perusahaan. Dan bukan tumpukan uang dan rumah megah. Pada suatu saat, semua harta nan kasat mata itu akan ditinggalkan pemiliknya. Tak satupun harta itu dibawa ke liang lahat.

Sesungguhnya, harta paling berharga adalah masa atau waktu. Harta itu selalu dicari-cari. Berapapun harganya selalu dibayar. Cobalah sekali waktu kita pergi ke rumah sakit. Begitu banyak orang tergeletak di sana. Apa yang mereka cari? Kesembuhan. Untuk apa kesembuhan? Menikmati hidup. Bagaimana cara menikmati hidup? Ya tentu dia harus hidup alias bernafas.

Setiap detik, umur atau usia kita bertambah. Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan (KBBI, 2008:1526). Batasan umur merupakan hak mutlak Tuhan. Artinya, Tuhan menjadi pemilik umur itu. Jika sewaktu-waktu Tuhan memintanya, kita harus memberikannya. Maka, demi waktu telah diucapkan Tuhan hingga empat kali (semoga tidak salah): demi waktu, demi waktu dhuha, demi waktu fajar, dan demi waktu malam.

Sumpah Tuhan atas waktu di atas merupakan indikator bahwa manusia memang sering menyia-nyiakan waktu. Manusia sering menggunakan waktu dengan sesuatu yang tidak berguna dan bermanfaat baginya dan orang lain. Terlebih bagi manusia muda. Mereka seakan berkeyakinan kuat bahwa umurnya masih panjang atau lama.

Kita harus belajar kepada lingkungan. Cobalah kita saksikan buah kelapa. Ketika masih bunga, ia – bunga itu – jatuh, kita menganggapnya gejala alam dan wajar. Ketika masih sekepal (di kampungku disebut bluluk) dan jatuh, kita menganggapnya wajar dan alami. Ketika menjadi degan atau kepala muda dan jatuh, kita masih menganggapnya wajar dan alami. Bahkan, kita menganggapnya masih wajar dan alami ketika buah kelapa itu sudah tua dan terpaksa tidak jatuh karena terjepit pelepah kelapa.

Manusia pun demikian. Ada ”calon” bayi dan keguguran itu merupakan gejala alam. Ada bayi atau remaja meninggal, itu adalah wajar. Ada orang yang berusia seperti kita dan mati, kita menganggapnya wajar. Namun, ada orang tua renta yang justru tidak segera meninggal, kita pun menganggapnya wajar meskipun kita kadang berharap agar dia segera meninggal.

Kita telah mengetahui bahwa mati adalah bagian dari rahasia kehidupan. Mati akan datang dan menghampiri kita setiap saat dan waktu. Hari ini kita bisa bekerja dan tertawa. Namun, bisa jadi hari ini adalah hari terakhir kita bekerja dan bisa tertawa. Mati dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan bagaimana pun caranya.

Ramadhan telah berlalu. Kini kita disibukkan kembali dengan rutinitas. Kesibukan bekerja sering membuat kita lupa diri, lupa waktu, lupa Tuhan, dan lupa mati. Cobalah sekali waktu kita bertanya, masihkah Tuhan berkenan untuk memperjumpakan kita dengan Ramadhan tahun depan? Tak seorang pun berani menjawab pertanyaan ini. Oleh karena itu, marilah kita meminta kepada Tuhan agar berkenan mempertemukan Ramadhan tahun depan kepada kita.

Ya Allah, maafkan segala kesalahan hamba. Ampunilah segala dosa karena kesombongan diri hamba. Engkaulah pemilik maaf dan ampunan. Kiranya Engkau berkenan, hamba meminta agar Engkau berkenan memanjangkan umurku. Hamba rindu Ramadhan. Namun, hamba takut dan takut sekali. Masihkah Engkau mempertemukanku dengan Ramadhan? Saya bermohon ya Tuhan, berikanlah kesempatan kepadaku untuk berbenah. Saya ingin menjadi hamba-Mu yang baik. Tegurlah hamba-Mu dengan teguran yang santun. Janganlah Engkau biarkan hambaku keluar dari jalan-Mu. Hamba takut dan teramat takut, jangan-jangan lebaran kemarin adalah lebaran terakhir bagi hamba. Hamba percaya bahwa Engkau Maha Mendengar. Maka, kabulkanlah permohonan hamba ini Amin. Selamat pagi, selamat melanjutkan aktivitas, dan semoga bermanfaat. Amin.